Edisi 1905
“Setiap umat mempunyai ajal. Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.”
(Q.S. Yunus : 49)
- Semua ada masanya. Kematian pasti datang, termasuk kepada orang-orang yang berharga dalam hidup kita.
- Wajib bersabar atas takdir Allah.
- Boleh menangis, namun terlarang melakukan
- Boleh menyingkap wajah dan mencium kening jenazah.
- Hendaknya bersegera memenuhi hak-hak jenazah.
- Disunnahkan membuat makanan untuk keluarga mayit.
- Beberapa amal yang bermanfaat bagi mayit: doa kaum muslimin, amal jariah, sedekah, amalan anak saleh, badal haji, menunaikan nadzar, melunasi utang, qadha puasa.
- Pendapat yang lebih kuat, yaitupendapat Imam Syafi’i dan beberapa Ulama lainnya pahala hadiah bacaan Al-Qur’an tidak sampai kepada mayit.
Akan Tiba Masanya
Semua orang sepakat bahwa suka tak suka, tiap manusia akan mengalami kematian. Allah Ta’ala berfirman, “Di mana pun kamu berada, kematian akan mendatangimu meskipun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (Q.S. An-Nisa’: 78)
Setiap orang akan melewati fase duka, entah kapan datangnya. Tersisa dua kemungkinan: kita duluan yang pergi, atau orang-orang berharga dalam hidup kita yang akan lebih dahulu meninggalkan dunia ini. Orang tua tercinta, anak-anak dan pasangan tersayang, guru yang amat besar jasanya, tokoh-tokoh inspiratif, rekan sejawat, hingga tetangga kita, semua ada masanya.
Tinggal tersisa harapan untuk berjumpa kembali di surga negeri keabadian. Perpisahan ini, semoga hanya perpisahan di dunia negeri persinggahan. Masih ada yang dapat kita ikhtiarkan sebagai bentuk ketulusan cinta pada mereka. Syaikh Prof. ‘Ashim Al-Qaryuti hafidzahullah pernah memberikan sebuah nasihat, “Bentuk kesetiaan terhadap orang tua atau pasangan saat masih hidup maupun sepeninggal mereka bukanlah dengan memajang foto mereka, atau menjadikannya sebagai gambar latar HP mu. Sejatinya, kesetiaan kepada mereka adalah dengan antusias menyuguhkan semua yang bermanfaat bagi mereka di alam kubur, baik berupa doa, sedekah, atau silaturahmi dengan sahabat-sahabat mereka.”
Untukmu yang Sedang Berduka
- Wajib bersabar dan ridha atas takdir Allah Ta’ala
Hendaknya kita beristirja’, yaitu mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Allah Ta’ala berfirman, “Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kami akan kembali)” (Q.S. Al-Baqarah: 155-155).
- Bolehmenangis, namun terlarang melakukan niyahah (meratapi mayit)
Tatkala Ibrahim, anak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Beliau bersabda, “Air mata berlinang dan hati bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu kecuali yang diridhai Allah. Dengan kepergianmu ini wahai Ibrahim, kami sangat bersedih.” (H.R. Bukhari & Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang niyahah. Niyahah adalah meratapi mayit dengan mengangkat suara, menampar pipi, atau merobek pakaian (Web resmi Syaikh Ibnu Baz binbaz.org.sa/fatwas/11857/). Niyahah hukumnya haram berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada empat perkara jahiliyah pada umatku yang sulit mereka tinggalkan: membanggakan kebesaran leluhur, mencela nasab, mengaitkan hujan dengan bintang tertentu, dan niyahah (meratap).” (H.R. Muslim)
Beliau juga bersabda, “Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian, dan berdoa dengan doa jahiliyyah” (H.R. Bukhari & Muslim). Doa jahiliyyah ialah tindakan meratap karena kekecewaan terhadap takdir. (Fatwa Islam: islamweb.net/ar/fatwa/180603/)
Sedih dan tangis tentu manusiawi saat kita ditinggal berpulang mereka yang berharga dalam hidup kita. Tetapi, hari terus berjalan, masih ada sisa waktu untuk memperbaiki diri dan mendoakan kebaikan untuk mereka.
- Diperbolehkan menyingkap wajah dan mencium kening jenazah
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium jenazah Utsman bin Madz’un radhiyallahu ‘anhu, hingga aku melihat Beliau mengalirkan air mata.” (H.R. At-Tirmidzi & Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani)
- Hendaknya bersegera memenuhi hak-hak jenazah
Hendaknya bersegera memandikan, mengkafani, menshalatkan, hingga menguburkannya. Hukumnya fardhu kifayah, apabila tidak ada yang melaksanakannya, semua orang di sekitar jenazah akan mendapat dosa.
- Menunaikan wasiat
Keluarga wajib menunaikan wasiat mendiang selama tidak bertentangan dengan syariat. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa mengubah wasiat itu setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 181)
Disunnahkan Membuat Makanan untuk Keluarga Mayit
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Masakkan makanan untuk keluarga Ja’far, sungguh telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkannya.” (H.R. Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Ibnu Katsir)
Beberapa Amal yang Bermanfaat bagi Mayit
- Doa kaum muslimin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim kepada saudaranya saat ia tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab.” (H.R. Muslim)
- Amal jariah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila manusia wafat, terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakannya.“ (H.R. Muslim)
- Amalan anak saleh
Orang tua tetap mendapat pahala dari amal saleh anaknya, walaupun sang anak tidak meniatkan amalnya sebagai hadiah untuk orang tuanya. Allah Ta’ala berfirman, “Bahwasannya manusia hanya akan memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. An-Najm : 39)
Anak juga termasuk hasil jerih payah orang tuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seenak-enak makanan yang dimakan oleh seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri, dan anak seseorang adalah termasuk jerih payahnya.” (HR. Abu Daud, dinilai sahih oleh Al-Albani)
- Sedekah
Seorang lelaki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia akan mendapat pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.” (H.R. Bukhari)
- Qadhapuasa
Qadha puasa ditunaikan untuk orang yang memiliki kesempatan untuk mengqadha utang puasanya, namun ia tidak menunaikannya hingga wafat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggal padahal dia masih punya kewajiban puasa, maka walinya (ahli waris) bisa berpuasa untuknya.” (H.R. Bukhari & Muslim)
- Badal haji
Boleh menghajikan orang yang memiliki kemampuan untuk berhaji, namun hingga wafat ia tidak menunaikannya. Bahkan hukumnya wajib apabila mendiang mewasiatkannya.
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seseorang menghajikan saudara atau kerabatnya yang bernama Syubrumah, lantas Beliau bersabda, “Berhajilah untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah.” (H.R. Abu Dawud, dinilai shahih oleh Al-Albani)
- Menunaikan nadzar
Tatkala Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah terkait ibunya yang wafat dalam keadaan memiliki nadzar, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikanlah nadzar itu.” (H.R. Bukhari & Muslim)
- Melunasi utang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ruh seorang mukmin tergantung pada utangnya hingga dilunasi.” (H.R. Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Membaca Al-Qur’an untuk Mayit, Sampaikah Pahalanya?
Terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai hal ini. Pendapat terkuat dari Mahzab Syafi’i adalah hadiah bacaan Al-Qur’an tidak sampai pahalanya kepada mayit. Imam Syafii rahimahullah berkata, “Perbuatan dan amalan orang lain akan sampai kepada mayat berupa tiga perkara, (1) haji yang dikerjakan atas nama sang mayat (2) harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan atasnya dan (3) doa. Adapun selain hal ini seperti sholat atau puasa maka untuk pelakunya bukan untuk mayat.” (Al-Umm 4/120).
Imam Nawawi rahimahullah juga berkata, “Adapun membaca Al-Qur’an dan menjadikan pahalanya untuk mayit, sholat atas mayat dan juga yang semisal keduanya maka madzhab Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya hal-hal tersebut tidak akan sampai kepada mayit” (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 11/58).
Imam Al-’Izz bin Abdussalam dalam kitabnya Al-Fatawa berkata, “Barangsiapa beramal ketaatan kepada Allah, kemudian menghadiahkan pahalanya untuk orang yang masih hidup atau kepada mayit, tidak sampai pahala kepadanya. seseorang melakukan ketaatan dalam rangka meniatkannya sebagai hadiah bagi mayit, maka tidak akan sampai kepadanya kecuali pada amal-amal yang dikecualikan oleh syariat seperti anak sholeh, sedekah, puasa, dan haji.” (Ahkamul Janaiz hal. 220)
Penulis : Reza Mahendra (Alumnus Ma’had Al-’Ilmi Yogyakarta)
Murajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.